Monday, March 4, 2013


Senin 4 Maret 2013
Hari ini saya hanya akan bercerita penuh tentang hal pribadi saya.
Ternyata setelah berantem dan baikan beberapa kali. Hubungan kami tidak juga membaik. Kemarin pacar saya mengucakpan kata putus lagi. Ya sebenarnya tidak segampang itu ceritanya.
Saya pulang dari kencan dan habis makan dengan teman-teman saya. Lalu kami pun pulang. Pembicaraan kami masih biasa saja. Bahkan sangat akrab sebagaimana pembicaraan pasangan yang sedang berpacaran. Lalu pembicaraan merambah ke kehidupan pribadi saya yang sedang bermasalah. Kali ini sudah cukup mudah bagi saya untuk bercerita. Karena aku sudah sangat terbuka pada dia. Aku percaya menyimpan ceritaku padanya. Lalu dia memberikan beberapa saran, aku terima saran-saran tersebut. Bukan maksud menolak. Saya sudah melakukan hal-hal yang disarankan. Mungkin karena saya seperti mem-“batu”, lalu dia mengucapkan kalimat yang menyinggung saya. Dia bilang, “Kamu emang begitu, kalo dikasih tau suka susah.” Setelah kalimat itu muncul. Percakapan terhenti. Kami berdua terdiam. Aku tersinggung karena dia belum mendengar semua ceritaku, aku juga sedikit kesal karena dia seperti tidak mengerti keadaanku sekarang, dia seolah paham betul apa yang saya sedang alami, padahal itu salah. Aku punya rencana sendiri, aku belum sempai menceritakannya karena terputus kalimat tadi. Dari kalimat itu seolah menandakan kalo aku ini tidak berusaha apa pun. Padahal aku punya cara sendiri. Aku punya rencana. Selain dari saran-sarannya yang dia berikan. Aku merasa perkataan itu menyembur deras menyerangku. Aku coba mengalah. Karena jika aku mempertahankan argumenku aku khawatir dengan kejadian setelah itu.
Dia begitu peka. Dia tau ada yang tidak beres denganku. Dia mengajukan beberapa pertanyaan yang menanyakan keadaanku. Aku bilang aku tidak apa-apa, aku hanya sensitive, aku diam karena tidak tau apalagi yang harus dibicarakan. Sekejap dia seperti telah disentil dengan keras. Dengan nada tinggi dia berkata “Tanya dikit kek, tentang apapun itu, nanya aku, nanya apaan gitu!” terlihat kalo tidak ada usaha untuk memulai pembicaraan dariku. Aku terima. Tapi apapun selalu mempunyai alasan. Aku tak sanggup memulai pembicaraan karena moodku sedang hancur. Aku masih tersinggung. Jika aku buka mulut yang ada aku hanya menyakiti dia. Aku takut itu terjadi. Karena itu pernah terjadi sebelumnya. Jadi aku biarkan dia mengomeliku bahkan yang menyesakkan, dia bilang  “Apa kita beneran putus aja?”. Aku berusaha untuk mengabaikan. Lebih lagi yang paling aku khawatirkan dari pembicaraan dan segala yang terjadi di malam itu adalah bagaimana pacarku pulang. Jika terjadi pertarungan kata-kata, aku takut dia turun dari motor dan pergi naik angkot. Di malam hari pada jam 11 malam di daerah Tegalega. Ini amat sangat menjadi pertimbangan. Aku akan sangat khawatir. Tak perlu diragukan, dia pernah melakukan hal itu pada mantannya, kenapa tidak denganku. Tujuanku saat ini adalah mengantar dia pulang sampai depan rumah. Hanya itu.
Perjalanan sampai Kopo pun berlangsung tanpa kata-kata. Sampai akhirnya sudah daerah komplek, ini sudah daerah aman menurutku. Lalu aku mulai buka mulut, “Jadi kamu maunya putus?”. Lalu aku lanjut dengan beberapa kalimat yang aku sendiri pun lupa apa itu. Lalu dia berkata, “Jadi kamu terima?” lalu aku menjawab, “Ya, Aku terima. Aku terima itu kesalahan aku….” Selanjutnya kendaraan sudah berhenti di depan rumahnya. Dia turun dari motor, mengucapkan terima kasih. Aku menunggunya ketika dia mengunci gerbang rumah, sampai dia masuk rumah. Dia melambaikan tangannya.
Hari esoknya tidak ada kabar sama sekali. Banyak sekali tanda-tanda yang ambigu. Mungkin menurutnya kita sudah benar-benar putus. Dan mungkin juga seperti itu menurutku. Meski sungguh prosesnya sangat menggantung. Tapi apa pun. Jika memang kita sudah berhenti. Itu tak apa. Karena ini bukan pertama kalinya dia meminta putus denganku. Mungkin sudah 3, atau yang ke-4 kalinya. Aku tidak begitu ingat, tetapi yang pasti, dengan seringnya dia meminta putus. Berarti dia tidak nyaman denganku. Masih banyak kekurangan yang belum bias ditolerir. Aku masih belum siap memiliki pasangan. Seperti dia. Padahal aku menyayangi dia. Tapi. Tentu saja itu tidak cukup.
Hari ini tepat tanggal jadian kita berdua. Saya mencoba mengucapkan dengan nada bercanda. Tetapi sampai saat ini tidak ada balasan darinya. Ya mungkin dia juga masih kesal. Atau memang sudah tidak menganggapku lagi? Aku terima. Mulai saat ini aku mencoba untuk memantaskan diri. Mencoba untuk instropeksi. Karena ketika suatu saat nanti bertemu dengannya. Saya sudah siap. Dan dia tidak akan kecewa lagi.

No comments:

Post a Comment